Monday, November 21, 2011

Membongkar Isi Perut 'Gunung Piramida'

Stadion Si Jalak Harupat terlihat samar-samar. Dari ketinggian 986 meter di atas permukaan laut, stadion berkapasitas 40 ribu orang itu terlihat hanya sebesar ujung jari, di antara luasnya hamparan wilayah Soreang Bandung Jawa Barat.

Rabu 16 Maret 2011, siang itu, udara cerah menaungi puncak Gunung Lalakon. Semilir angin sesekali mengembus perlahan, menawar terik yang mulai menyengat. Tapi belasan orang terlihat masih semangat bekerja di sebuah lubang sepanjang 5 meter, selebar 3 meter, dan sedalam 4 meter. 

Seorang mencangkul, dua orang mengangkut sisa tanah dengan karung, dua orang lagi menyambut karung itu, mengopernya lagi secara estafet ke dua orang di atasnya hingga tanah berlabuh di gundukan tak jauh dari lubang penggalian.

Biasanya hanya dua orang yang biasa mangkal di puncak gunung, yakni para penjaga menara base transceiver station (BTS). Tak banyak orang yang naik kesitu, mengingat medan yang lumayan menanjak, dan butuh sekitar 1 jam untuk sampai ke lokasi itu.   

Namun, sejak Senin 14 Maret 2011, belasan anggota komunitas pecinta sejarah nusantara Turangga Seta melakukan penggalian untuk membuktikan keberadaan bangunan piramida di bawah Gunung Lalakon, seperti yang telah mereka yakini sebelumnya.

Keyakinan yang membuncah pada diri mereka tak datang begitu saja. Tak hanya berbekal wangsit dari 'leluhur', awal Februari lalu, bersama tim peneliti terdiri para pakar geologi kawakan: Danny Hilman Natawidjaja, Eko Yulianto, dan Andang Bachtiar, melakukan uji geo listrik di beberapa bukit, termasuk di Gunung Lalakon dan Gunung Sadahurip.

Hasilnya, salah satu anggota tim peneliti yang notabene merupakan pakar geologi senior, Andang Bachtiar, mengatakan hasil uji geolistrik menemukan struktur yang tidak alamiah. "Selama ini saya tidak pernah menemukan struktur subsurface seperti ini. Ini unnatural (tidak alamiah - red)," katanya.

Sementara itu, Lutfi Yondri dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Balai Arkeologi Bandung, yang telah melihat uji geolistrik itu, secara selintas memperkirakan struktur di Gunung Lalakon dan Sadahurip bukan mirip piramida melainkan struktur teras piramid.

"Dari peta geolistriknya yang baru satu lintasan, saya baru melihat teras-teras. Kalau teras-teras yang diketemukan, saya cenderung mengatakan itu teras piramid," kata Lutfi. 

Menurut Lutfi, di Indonesia ada bangunan teras piramid peninggalan megalitik yakni Lebak Cibedug, yang terletak di Desa Citorek Barat, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Namun, kata Lutfi, dari nomenklatur arsitektur maupun arkeologi, klaim keberadaan piramida sudah tidak tepat. Hasil pembacaan geolistrik, kata dia, juga mengatakan itu bukan piramida. "Dari hasil geolistrik, berbentuk tangga. Itu sudah berbeda. Namun hal ini penting ditindaklanjuti."
Share on :

0 comments:

 
© Copyright Panitia Hari Kiamat 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.