Wednesday, November 16, 2011

Konferensi ASEAN hanya menjadikan Negara Asia Tenggara Korban Kapitalisme Global


Konferensi Tingkat Tinggi negara-negara anggota Asociation of South East Asian Nations (ASEAN), dinilai hanya menjadi ajang menjadikan negara-negara di kawasan ini korban dari kapitalisme global.

Semestinya konferensi mendeklarasikan kedaulatan regional negara-negara di Asia Tenggara, untuk mengelola sumber kekayaan alam dengan tangannya sendiri. 
Sejumlah delegasi dari kelompok masyarakat sipil dan lembaga swadaya masyarakat mengadakan pertemuan di Universitas Udayana, Bali, sejak Rabu (16/11/2011), untuk menyikapi pelaksanaan KTT ASEAN yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, 17-19 November.

Secara khusus mereka mengadakan seminar nasional dengan tema, Agenda Rakyat: Membangun Regionalisme yang Berdaulat, Bongkar dan lawan Dominasi Kapitalisme.

Menurut Bonnie Setiawan dari Resistance Alternative to Globalization, KTT ASEAN merupakan sebuah pertemuan yang tertutup dan tidak pernah meminta persetujuan rakyat dalam point-point yang akan dibahas pada pertemuan tersebut.

"KTT ASEAN kali ini diadakan untuk mengesahkan berbagai konsesi, yang menempatkan negara-negara ASEAN terlibat dalam Global Supply Chain alis rantai pasokan dunia. Artinya, Indonesia dan negara-negara Asean lainnya akan diposisikan sebagai pemasok kebutuhan sumber daya alam yang murah, buruh murah dan sebagai pasar tunggal untuk menampung berbagai produk negara-negara produsen," kata Bonie, dalam rilis yang diterima Kompas, Rabu (16/11/2011) malam.

Bonie menyatakan, dalam KTT ASEAN ini beberapa negara besar yang terlibat seperti Amerika Serikat dan China, punya kepentingan masing-masing.

"Kepentingan Amerika Serikat ialah untuk memasukkan agenda Free Trade Asia Pasifik, sedangkan kepentingan China sebagai kekuatan ekonomi baru yang bangkit ialah untuk mengamankan dominasi ekonominya di tingkatan negara-negara ASEAN," ujarnya.

Menurut Bonie, masing-masing negara besar mempunyai kepentingan terhadap Indonesia dan negara ASEAN lainnya. "Persolannya ialah, bagaimana memastikan agar ASEAN menjadi sebuah organisasi regional yang berdaulat. Bukan menjadi alat bagi kepentingan negara-negara maju" katanya.

Sementara itu menurut Teguh Surya dari Walhi, beberapa program pemerintah seperti Master Plan Percepatan Pemangunan Ekonomi Indonesia(MP3EI), dibuat dengan tidak mempertimbangkan kerusakan lingkungan dan pembangunan model ini masih mengandalkan ekstrasi sumber daya alam.

"Selain itu MP3EI merupakan konsep pembangunan yang timpang, karena menempatkan beberapa daerah seperti Sumatera, Kalimantan, Papua sebagai daerah pemasok sumber daya alam untuk kemudian di bawa ke Jakarta. MP3EI ini secara telanjang memperlihatkan kebijakan pemerintah yang hanya mengambil potensi sumber daya alam, tanpa berupaya melakukan pembangunan yang merata," kata Teguh.

Kelompok masyarakat sipil juga mengritisi agresifnya Indonesia dalam meneken perjanjian perdagangan bebas. Menurut Muhammad Ikhwan dari Serikat Petani Indonesia (SPI), pemerintah telah sangat agresif menandatangani perjanjian bebas seperti dengan dengan Jepang, Australia, dan Selandia Baru.

"Dari berbagai macam FTA yang telah diratifikasi oleh pemerintah, faktanya sangat merugikan karena Indonesia menjadi tempat pengerukan sumber daya alam saja," katanya.

Dia mencontohkan perjanjian perdagangan bebas dengan China yang resmi berlaku tahun 2010 lalu, dan kondisinya sampai sekarang Indonesia tetap mengalami defisit. Malah beberapa sektor seperti pertanian, khususnya hortikultura, sangat terpukul akibat dari pernjanjian perdagangan bebas dengan China.

"Para petani bawang anggota SPI di Cirebon merugi, akibat serbuan bawang impor China. Demikian juga petani petani kentang yang berada di dataran Dieng, Jawa Tengah, banyak yang merugi karena membanjirnya kentang impor dari China", kata Ikhwan. 
Share on :

0 comments:

 
© Copyright Panitia Hari Kiamat 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.