Thursday, September 22, 2011

Manado Buat Tugu Suci Yahudi Terbesar di Dunia

Menurut Anthony Reid, seorang pakar masalah Asia Tenggara di Universitas Nasional Australia, pada masa penjajahan Belanda komunitas Yahudi menguasai bisnis di banyak kota dagang di Indonesia. Seringkali mereka menjalani usaha real estate, bertindak sebagai penghubung antara pemerintah kolonial dan penguasa setempat.

Pada masa sebelum kemerdekaan, keluarga keturunan Yahudi Belanda di Menado menjalankan agama mereka secara terang-terangan. Setelah itu mereka pindah agama Kristen atau Islam dengan alasan untuk keamanan. “Kami menyuruh anak-anak agar jangan pernah bicara tentang leluhur Yahudi kami,” kata Leo van Beugen, 70, yang dibesarkan sebagai pengikut Katolik Roma. “Jadi cucu-cucu tidak tahu.” Van Beugen adalah kakek-pamannya Toar Palilingan.

Baru lebih dari sepuluh tahun lalu, ketika mereka berdebat tentang Bibel dan Musa, nenek-bibinya mengungkap tentang darah Yahudi mereka. Toar Palilingan yang bekerja sebagai dosen di Universitas Sam Ratulangi, memiliki ayah seorang Kristiani dan ibu seorang Muslim. Mereka juga menjadi dosen di tempat yang sama. Saudara dari keluarga ibunya merupakan keturunan imigran Yahudi Belanda abad ke-19, Elias van Beugen.

Nenek-bibinya menyarankan Toar menemui keluarga Bollegraf, salah satu keluarga Yahudi terpandang di Menado. Oral Bollegraf yang kini berusia 50 tahun, menganut Kristen Pantekosta sepanjang hidupnya, tapi dia tahu bahwa kakeknya adalah orang yang memelihara satu-satunya sinagog di Menado di rumah keluarganya.

“Dulu kami tidak tahu kalau kami Yahudi,” kata Bellograf yang belum lama ini mengunjungi Israel bersama Toar Palilingan. “Tapi semua orang di kota ini mengetahui kami keluarga Yahudi.” Toar melakukan kontak dengan rabi Mordechai Abergel, seorang utusan gerakan Chabad Labavitch di Singapura. Chabad Lubavitch sendiri bermarkas di Brooklyn, Amerika Serikat. Menurut Abergel, Toar Palilingan telah melakukan sebuah “usaha yang hebat” untuk menyambung kembali akar Yahudinya, meskipun dia belum melakukan perpindahan agama secara penuh.

Untuk menunjukkan komitmennya pada apa yang dia sebut sebagai ‘kemurnian’ ajaran Yahudi ultra Ortodoks, Toar Palilingan kadang mengenakan pakaian khas Yahudi berupa setelan warna hitam putih saat berada di tempat-tempat umum di Manado, bahkan ketika dia berada di Jakarta. “Kebanyakan orang Indonesia belum pernah bertemu orang Yahudi, jadi mereka mengira saya dari Iran atau tempat lain,” kata Toar.
Share on :

0 comments:

 
© Copyright Panitia Hari Kiamat 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.