Bocoran Wikileaks yang bersumber pada kawat diplomatik Amerika Serikat patut dicurigai. Bocoran yang kerap merugikan Islam dan negara anti Amerika itu, sampai saat ini tak berani membocorkan kawat diplomatik kedutaan Amerika yang ada di Tel Aviv, Israel.
Wikileaks adalah organisasi internasional yang dikenal sebagai pembocor dokumen-dokumen negara melalui situsnya. Sejak November 2010, Wikileaks mulai merilis pembocoran kawat diplomatik Amerika Serikat.
Dari beberapa orang yang ikut mendirikan Wikileaks, hanya Julian Assange yang diketahui identitasnya oleh publik. Assange juga menjabat sebagai direktur dan anggota dari Dewan Penasihat Wikileaks. Sebelum mendirikan Wikileaks, Assange yang berasal dari Australia merupakan seorang penerbit dan jurnalis. Julian Assange dipilih untuk mewakili Wikileaks di publik karena keadaan dirinya yang tidak memiliki rumah ataupun keluarga sehingga dianggap merupakan sosok yang tepat. Sementara itu, pendiri Wikileaks yang lainnya memilih untuk tidak mengungkapkan identitasnya.
Terlanjur dipercaya publik, sampai saat ini bocoran dari Wikileaks selalu menjadi headline berbagai media. Hal inilah yang sebenarnya sangat disayangkan, padahal tidak sedikit informasi menyesatkan yang pernah dimuat Wikileaks begitu merugikan umat Islam.
Kasus terkini adalah bocoran kawat diplomatik Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta tertanggal 19 Februari 2006, yang menyebutkan FPI didanai oleh polisi dan dekat dengan anggota Badan Intelijen Negara (BIN). Bahkan bocoran itu menyebutkan bahwa, Yahya Assegaf, anggota BIN adalah orang dekat dengan FPI. (baca: Gagal Mengaborsi FPI, Intelijen Tuding FPI Dibiayai Polisi).
Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (DPP FPI) Munarman SH, bocoran-bocoran Wikileaks itu penuh dengan rekayasa dan keganjilan. Karenanya, Munarman menyayangkan ketidakkritisan media dalam mengutip bocoran Wikileaks. Semestinya, media mengungkapkan fakta-fakta ganjil dan pola kerja Wikileaks yang hanya bersumber pada kawat diplomatik Amerika kepada Washington.
“Pola yang ada di Wikileaks ini selalu mengambil sumber yang berasal dari kawat diplomatik kedutaan besar Amerika yang berada di seluruh dunia, baik Indonesia, Malaysia dan hampir di semua Negara pernah dibocorkan oleh Wikileaks. Dan sumber satu-satunya adalah kawat diplomatik para diplomat Amerika, laporan kepada Washington,” papar Munarman, Senin siang (5/9/2011)
Anehnya, jelas Munarman, sampai saat ini hanya Israel yang tidak menjadi korban bocoran kawat diplomatik Amerika Serikat. Ini adalah fakta yang patut dicurigai.
“Yang harus kita lihat dengan jernih, belum pernah ada bocoran kawat diplomatik oleh kedutaan Amerika yang ada di Tel Aviv. Jadi tidak pernah ada penilaian oleh diplomat Amerika terhadap kondisi Israel yang dibocorkan oleh Wikileaks. Ini adalah sebuah fakta yang patut menjadi perhatian,” jelasnya.
Munarman juga menengarai adanya konspirasi Amerika di balik bocoran Wikilekas. Pasalnya, selama ini negara-negara yang menjadi sasaran bocoran Wikileaks adalah negara yang penguasanya dikenal anti Amerika.
“Dari sini kita bisa lihat bahwa fungsi dari Wikileaks adalah membuat destabilasasi di rezim-rezim di mana sebuah negara yang rezimnya sudah tidak disukai oleh Amerika untuk menggoyang. Jadi ada pemanfaatan sebetulnya,” ujar Munarman.
Munarman menambahkan, modus yang ditempuh para pendiri Wikileaks penuh rekayasa dan menghalalkan segala cara. Salah satunya adalah dengan metode viktimisasi yang mengesankan pendiri Wikileaks sebagai sosok tertindas dan paling diburu Amerika. Padahal faktanya sampai sekarang pendiri Wikileaks masih aman-aman saja.
“Jadi mereka mau mengesankan kepada publik terlebih dahulu bahwa Jullian Assange diblame, dicap sebagai orang yang ditindas karena membocorkan informasi, agar Jullian Assange dan Wikileaks tidak lagi dicurigai informasinya tidak akurat. Dengan dia diburu oleh pemerintah Swedia dan kemudian Amerika pura-pura ikut. Tapi sampai sekarang tidak pernah ditindak, bahwa Amerika akan melakukan tuntutan hukum kepada Jullian Assange tidak pernah ketahuan sampai sekarang, gertak sambal itu,” ungkap Munarman.
Metode viktimisasi ini, jelas Munarman, sengaja dilakukan untuk mengesankan validitas data bocoran Wikileaks.
“Dengan memposisikan sebagai korban tanpa reserve terlebih dahulu nantinya orang akan mendukung, ini yang terjadi dengan Wikileaks sekarang. Apa pun yang dikeluarkan oleh Wikileaks orang sudah tidak mempertanyakan lagi, karena menganggap Wikileaks ini bertentangan dengan Amerika, bertentangan dengan negara-negara barat tapi tidak ada satu pun informasi yang keluar mengenai Israel,” pungkasnya.
0 comments:
Post a Comment