Sunday, April 1, 2012
Walisongo Penyebar Ajaran Setan Perusak Islam dan Nusantara ??sesat atau bagaiamana
silahkan beri pendapat anda
penulis disini cuma mengshare saja untuk pendapat orang lain
silahkan dibaca untuk tau pendapat orang mau ia aliran apa kira kira begitu,
Sungguh bangsa ini terlalu bodoh untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak. Keengganannya belajar atau meneliti sumber referensi atau argumentasi suatu permasalahan membuatnya senantiasa terjebak kepada pembodohan demi pembodohan. Sampai hari ini bangsa yang rakyatnya demikian banyak ini akhirnya telah jatuh kafir tanpa mereka sendiri menyadarinya, hal itu diakibatkan ajaran 'Islam' (tanda kutip) yang mereka yakini berasal dari Wali Dungu yang dipuja puja oleh orang stres yang kemudian dikenal dengan sebutan Walisongo. Mari kita merunut kembali trik-trik istimewa yang dibawakan oleh 9 orang yang dianggap sakti atau memiliki karomah tersebut. Anehnya ke 9 orang Wali sakti tersebut tidak pernah menuliskan kitab keilmuan tentang Islam yang berdasarkan pada Quran dan Hadits yang shahih, namun justru berbuat aneh. Contohnya ketika Sunan Kalijaga masuk Islam, dia tidak diwajibkan shalat malah disuruh nungguin tongkat hingga tubuhnya dipenuhi tanaman merambat. Ini adalah suatu kekafiran atau suatu pelecehan terhadap Islam. Islam tidak mengajarkan hal seperti yang dilakukan para Wali sesat tersebut sama sekali. Sayangnya orang orang dungu terlanjur mencintai Wali setan itu sampai dengan saat ini. Mari kita mulai teliti beberapa intrik berdasarkan sejarah yang autentik mengenai perkembangan Islan di negeri ini dahulu kala.
Satu dari 20 orang Jawa mengisap candu, tulis pakar candu Henri Louis Charles Te Mechelen tahun 1882, seperti yang tercantum dalam buku Opium To Java karya James R.Rush. Kebiasaan mengisap candu bukan hanya terjadi di tanah Jawa, tetapi juga di sejumlah wilayah koloni Eropa di Asia, tulis Te Mechelen yang waktu itu menjabat sebagai Inspektur Kepala Regi Opium dan Asisten Residen Yuwana di wilayah Jawa Tengah masa kini. Penikmat candu tersebar di berbagai kalangan dan meluas di Jawa khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada papan atas, candu dikonsumsi sebagai gaya hidup, disuguhkan sebagai tanda kehormatan bagi tetamu di rumah para bangsawan Jawa dan China, tetapi kelompok masyarakat lain juga menjadi pecandu, meskipun kebanyakan mengonsumsi candu kualitas rendah.
Menurut sejarawan Melayu, Aswandi Syahri, perdagangan candu di Kota Tanjung Pinang memang dilegalkan dengan pengawasan Pemerintah Hindia Belanda pada akhir abad ke-19. Candu diperdagangkan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang China di Tanjung Pinang waktu itu. Akan tetapi, perdagangan candu di Kota Tanjung Pinang sebenarnya sudah lama terjadi. Itu dapat dilihat dari sejarah perang kerajaan Riau yang dipimpin Raja Haji FisabiliLLAAH (maaf setelah ini saya tidak menempatkan asma ALLAH dibelakang nama raja satu ini ) (1783-1785). Penyulut perang itu adalah masalah candu.
Aswandi menjelaskan, Februari 1782 di perairan Tanjung Pinang, datang kapal Inggris, yaitu Betsy. Kapal itu membawa barang-barang perdagangan, termasuk 1.154 peti berisi candu. Kapal itu kemudian dibajak oleh pembajak dengan kapal La Sainte Therese yang dinakhodai Mathurin Barbaron, nakhoda asal Perancis. Kapal Inggris Betsy, lanjut Aswandi, kemudian dibawa oleh Mathurin ke Malaka yang dikuasai VOC. Raja Haji Fisabili yang mengetahui kejadian itu meminta pemerintah VOC di Malaka membagi hasil rampasan dari kapal yang dibajak oleh nakhoda asal Perancis itu.
Akan tetapi, pemerintah VOC di Malaka tidak ingin membagi hasil rampasan itu. Situasi memanas sehingga pasukan VOC dari Malaka menyerang Kota Tanjung Pinang yang waktu itu berada di bawah pemerintahan Raja Haji Fisabili. Kapal besar VOC yang bersandar di perairan Tanjung Pinang ditembak oleh pasukan Raja Haji Fisabili pada 6 Januari 1784. Ini kemudian dijadikan sebagai tanggal kelahiran Kota Tanjung Pinang.
Patut dicatat dalam hal ini khusus mengenai perdagangan candu, hal yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum memperdagangakan ini, para bandar membentuk lebih dahulu para pemakai aktifnya, yang tentu semua itu harus didahului dengan memberikan candu secara gratis kepada calon pemakai hingga dia ketagihan, dan yang pasti hal itu terjadi jauh sebelum perdagangan candu sudah berhasil sukses pada sekitar abad XVI. Hingga pada abad XVIII, para pengusaha dari etnis Tionghoa semakin berjaya melalui perdagangan candu dari China dan Benggala yang diangkut dengan kapal-kapal dagang China. Kemudian candu-candu itu diselundupkan dengan perahu-perahu nelayan menyusuri Sungai Lasem dan masuk melalui kanal-kanal atau gorong-gorong air menuju rumah-rumah pengusaha candu.
Perdagangan tersebut semakin mengembangkan pecinan, pergudangan, dan kawasan produksi, pengusaha Tionghoa, baik di sebelah barat maupun timur sungai. Namun, sekarang keriuhan perdagangan tak lagi terdengar dan kelihatan. Bangunan-bangunan perpaduan arsitektur China-Eropa di sekitar Sungai Lasem banyak yang hancur atau tidak terawat. Para pedagang China itu mementuk jaringan dagang dengan bekerjasama dengan penguasa pribumi, dan sesama pedagang China melalui perkawinan. Pola kawin politik ini memungkinkan hubungan ekonomi menjadi sebuah hubungan politik yang mendukung langgengnya bisnis orang-orang China di Jawa.
een-opiumschuiver-op-java-1900
Tak heran, jika pada masa peperangan dan perebutan kekuasaan raja-raja di Jawa, banyak diantara bangsawan-bangsawan keturunan China ikut terlibat dalam berbagai perseteruan politik. Salah satu faktor kesuksesan pedagang China terutama dalam mengelola bisnis candu di Hindia Belanda karena jaringan dagang yang luas, seluas kekuasaan kompeni Hindia Belanda itu sendiri. Jaringan perdagangannya meliputi kawasan regional, interegional, dan antarpulau. Perkembangan konsumsi candu telah menyertai perkembangan imperium perdagangan orang-orang China. Selain itu para pedagang China di pesisir utara Jawa Timur pandai menangkap kesempatan dan fasilitas yang diberikan oleh VOC berupa lisensi berdagang opium, maupun fasilitas dan perlindungan dari penguasa pribumi. Selanjutnya mereka juga membangun hubungan dagang dengan sesama etnis China untuk memperkokoh ikatan diantara mereka sendiri.
Infiltrasi VOC ke pesisir utara Jawa Timur, telah melibatkan para pedagang China sebagai jalan keluar, selain kekuatan militer, untuk mengatasi kesulitan perdagangan Kompeni Hindia Belanda di sana. Kompeni lebih memilih berpartner dengan para pedagang China karena kepiawaiannya dalam hal berdagang secara koleksi ataupun distribusi. Dengan membentuk jaringan dagang dengan orang-orang China di pesisir, Kompeni semakin memperlancar dominasi perdagangan di wilayah Jawa Timur meliputi Tuban, Gresik, Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Besuki, Panarukan, dan Madura Barat (Bangkalan, Sampang, Pamekasan).
Belanda melalui Kompeni Belanda di Hindia Timur (Vereenigde Ost Indische Companie/ VOC) pada 1677 mendapatkan perjanjian dengan raja Jawa ketika itu, Amangkurat II untuk memasukkan candu ke Mataram dan memonopoli perdagangan candu di seluruh negeri. Perjanjian serupa juga disusul di Cirebon setahun kemudian. Sejak tahun 1619-1799 VOC bisa memasukkan 56.000 kg opium mentah setiap tahun ke Jawa. Dan pada 1820 tercatat ada 372 pemegang lisensi untuk menjual opium.
Berikut adalah beberapa riwayat yang seharusnya membantu menyadarkan umat akan adanya perbedaan antara ulama yang benar dan palsu. Kebanyakan dari ulama yang benar pada hari ini, tidak lain berada di dalam tahanan atau di barisan depan pada medan pertempuran.
'Abdullah Ibnu 'Abbas berkata bahwa Rasulullah ShallAllahu 'Alaihi Wasallam, bersabda yang artinya: "Akan ada penguasa yang kamu kenal dari mereka yang baik dan jahat. Siapa saja yang menentangnya akan selamat. Siapa saja yang berlepas diri darinya akan selamat. Dan siapa saja yang bersama dengan mereka akan binasa." (Dikoleksi oleh Ibnu Abi Syaibah dan At-Tabarani; Al-Al Bany dalam "Shahih Al-Jaami'", Hadits No. 3661)
Maka sudah sepantasnyalah kita bertanya, ada tujuan apa kok Walisongo dibudayakan sebagai penyebar Islam di Indonesia, walau kenyataan ilmiahnya tidak seperti itu. Ada apa dibalik pembunuhan Syaikh Siti Jenar yang bukan Wali dari China? Anehnya betapa para Wali tersebut dalam dakwaan terhadap Siti Jenar berdasarkan pemahaman Syari'at padahal selama ini tidak ada ajaran atau buku bernuansakan Syari'at peninggalan mereka? Ada apa dengan kisah tentang para Wali yang semuanya bernilai takhayul mistis dengan budaya candu yang membuat orang malas hingga Belanda bisa menjajah negeri ini sebegitu lama. Ada apa juga kedekatan para Wali itu dengan penguasa ketika itu padahal Islam melarang ulama untuk mendekati penguasa sebagaimana dijelaskan berikut ini.
Abul A'war As-Sulami berkata bahwa Rasulullah, bersabda yang artinya: "Hati-hati terhadap pintu-pintu penguasa; di sana ada kesukaran dan kehinaan." (Dikoleksi Oleh Ad-Dailamii dan At-Tabaraani; Al-Al Bany "As-Silsilah As-Shahiihah, Hadits 1253)
Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah. Bersabda yang artinya: "Siapa saja yang mendekati pintu-pintu penguasa akan menderita. Siapa dari seorang hamba yang semakin mendekati penguasa, dia hanya memperbesar jarak dari ALLAH." (Dikoleksi oleh Ahmad; Al-Al Bany dalam "Sahiih at-Targhiib wat-Tarhiib", hadits no. 2241)
Jaabir berkata bahwa Rasulullah bersabda, kepada Ka'ab Ibnu Ujrah, yang artinya: "Wahai Ka'ab Ibnu Ujrah, Aku mencari lindungan Allah untukmu dari kepemimpinan orang bodoh. Akan ada penguasa, siapa saja yang datang kepada mereka kemudian membantu mereka dalam kezaliman dan membenarkan kebohongan mereka, maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan tidak membantu mereka dalam kezaliman mereka, tidak juga membenarkan kebohongan mereka, maka dia dari golonganku dan aku dari golongannya, dia akan diizinkan menuju ke Haud (Dikoleksi oleh Ahmad, Al-Bazzar, Ibnu Hibban; Al-Al Bany dalam "Shahih At-Targhib wat Tarhib", Hadits No 2243)
Selain itu, ada berbagai riwayat dari perkataan Shahabat, yang dalam hal ini As-Suyuti telah mengumpulkan dari 'Ali Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, Hudzaifah Ibnu Al-Yaman, dan Abi Dzar, riwayat yang memperingatkan mendekati penguasa atau pintu-pitu penguasa. Lihatlah "Maa Rawahul Asaatiin Fii 'Adam Al Majii' Ilas Salaatin".
Ada begitu banyak dengan pengertian yang sama, berikut beberapa contoh:
Ibnu Mas'ud berkata: "Siapa saja yang menginginkan kemuliaan diennya, maka dia seharusnya tidak datang kepada penguasa." (dikoleksi oleh Ad-Daarimi)
Ibnu Mas'ud juga berkata: "Seorang pria datang kepada penguasa, membawa diennya dengannya, maka pergi tanpa membawa apapun." (Dikoleksi oleh Al-Bukhari dalam "Taarikh"nya dan Ibnu Sa'ad dalam "At-Tabaqaat").
Hudzaifah Ibnu Al-Yaman berkata: "Sungguh! Seharusnya tidak ada diantara kalian yang jalan walaupun satu hasta ke arah penguasa." (Dikoleksi oleh Ibnu Abii Syaibah)
Dia mengumpulkan dari ulama setelah Salaf, riwayat yang sama dari Sufyan At-Tsauri, Sa'id Ibnu Al-Musayyib, Hammad Ibnu Salamah, Al-Hasan Al-Basri, Ibnu Al-Mubarak, Abi Haazim, Al-Awzaa'i dan Al-Fudhail Ibnu Al 'Iyaad.
Disini adalah beberapa contoh dari Ulama Salaf:
Sufyan At-Tsauri berkata: "Jangan pergi, walaupun jika mereka memintamu untuk mengunjungi mereka hanya untuk membacakan 'qul huwAllahu ahad'." (Dikoleksi oleh Al-Baihaqi)
Maalik Ibnu Anas berkata: "Aku bertemu lebih dari 10 dan beberapa Taabi'in, semua dari mereka berkata, jangan pergi kepada mereka, jangan menegur mereka, yang berat ke penguasa." (Dikoleksi oleh Al-Khatib Al-Baghdaadi dalam "Ruwah Maalik").
Sufyan At-Tsauri berkata: "Memandang penguasa adalah sebuah dosa." (Dikoleksi oleh Abi Ali Al Aamudi dalam "Ta'liiq"nya)
Bisyr Al-Haafi berkata: "Betapa menjijikkan apakah itu permohonan untuk melihat seorang ulama, tetapi kemudian untuk mendapatkan jawaban bahwa dia berada di pintu penguasa" (Dikoleksi oleh Al-Baihaqi dalam "Syu'ab Al-Imaan").